Gerakan Intelektual Islam

"Elemen terpenting bukan pada otak. Namun, pada apa yang menuntun otak ==>kepribadian, hati, kebaikan, dan ide-ide progresif."

Rabu, 07 Maret 2012

Islam & Sosialisme : H.O.S. Tjokroaminoto

“Bagi kita, orang Islam, tak ada sosialisme atau rupa-rupa “isme” lain-lainnya, yang lebih baik, lebih elok dan lebih mulia, melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja” (HOS Tjokroaminoto)

Tahun 1924 di Mataram, HOS Tjokroaminoto seorang pendiri dan sekaligus ketua Sarekat Islam (SI) menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Buku tersebut ditulis oleh Tjokro, di samping karena pada waktu itu tengah terjadi pemilihan-pemilihan ideologi bangsa, juga lantaran pada waktu itu paham ideologi yang digagas para tokoh dunia sedang digandrungi oleh kalangan pelajar Indonesia, di antaranya sosialisme, Islamisme, kapitalisme dan liberalisme.

Buku Tjokroaminoto ini diterbitkan kembali oleh penerbit TriDe tahun 2003, yang meskipun merupakan pikiran lama, tetapi menjadi penting bagi generasi muda sekarang untuk memberikan inspirasi bagi pemikiran-pemikiran kedepan, pemikiran-pemikiran mendasar, untuk membangun fondasi kokoh bagi kemajuan Indonesia. Memuat tentang pemahaman arti sosialisme, sosialisme dalam Islam, sosialisme Nabi Muhammad serta sahabat-sahabat nabi yang berjiwa sosialis dan komparasi-komparasi sosialisme ala Barat dengan sosialisme ala Islam.
Diantara bab yang menarik untuk di bahas adalah “Sosialisme Dalam Islam” Bab I hal 24 – 41 (Penerbit TriDe). Berikut ini petikan dari Sosialisme dalam Islam :

Dasarnya Sosialisme Islam
“Kaanannasu ummatan wahidatan”

Peri-kemanusiaan adalah menjadi satu persatuan”, begitulah pengajaran di dalam Qur’an yang suci itu, yang menjadi pokoknya sosialisme. Kalau segenap peri-kemanusiaan kita anggap menjadi satu persatuan, tak boleh tidak wajiblah kita berusaha akan mencapai keselamatan bagi mereka semuanya.

Ada lagi satu sabda Allah di dalam Al Qur’an memerintahkan kepada kita, bahwa kita “harus membikin perdamaian (keselamatan) diantara kita”. Lebih jauh di dalam al Qur’an ada dinyatakan, bahwa “kita ini telah dijadikan dari seorang-orang laki-laki dan seorang-orang perempuan” dan “bahwa Tuhan telah memisah-misahkan kita menjadi golongan-golongan dan suku-suku, agar supaya kita mengetahui satu sama lain”.

Nabi kita Muhammad s.a.w. telah bersabda, bahwa “Tuhan telah menghilangkan kecongkakan dan kesombongan di atas asal turunan yang tinggi. Seorang Arab tidak mempunyai ketinggian atau kebesaran yang melebihi seorang asing, melainkan barang apa yang telah yakin bagi dia karena takut dan baktinya kepada Tuhan”. Bersabda pula Nabi kita s.a.w. bahwa “Allah itu hanyalah satu saja, dan asalnya sekalian manusia itu hanyalah satu, mereka ampunnya agama hanyalah satu juga”.

Berasalan sabda Tuhan dan sabda Nabi yang saya tirukan ini, maka nyatalah, bahwa sekalian anak Adam itu ialah anggotanya satu badan yang beraturan (organich lichaam), karena mereka itu telah dijadikan dari pada satu asal. Apabila salah satu anggotanya mendapat sakit, maka kesakitannya itu menjadikan rusak teraturnya segenap badan (organisme).

Barang apa yang telah saya uraikan ini, adalah saya pandang menjadi pokoknya sosialisme yang sejati, yaitu sosialisme cara Islam (bukan sosialisme cara Barat).

Akan menunjukkan, bahwa agama Islam itu sungguh-sungguh menuju perdamaian dan keselamatan, maka di dalam bab ini baiklah saya uraikan maknanya perkataan “Islam”. Adapun makna ini adalah empat rupa:
Islam –menurut pokok kata “Aslama” –maknanya: menurut kepada Allah dan kepada utusannya dan kepada pemerintahan yang dijadikan dari pada umat Islam. (“Ya ayyuhalladzina amanu athi’ulloha wa’athi urrosula waulilamri minkum”)

Islam –menurut pokok kata “Salima” –maknanya: selamat. Tegasnya: apabila orang dengan sungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah agama Islam, maka tak boleh tidak ia akan mendapat keselamatan di dunia dan keselamatan di akhirat, karena orang Islam itu harus bertabi’at selamat, begitulah menurut hadist sabda Nabi kita yang suci Mohammad s.a.w.: “Afdhalul mukminina islaman man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi”, artinya: orang mukmin yang teranggap utama dalam pada menjalankan agama Islam, ialah mereka yang mempunyai tabi’at selamat yang menyelamatkan sekalian orang Islam, karena dari pada bicaranya dan tangannya.

Islam, menurut pokok-kata “Salmi” –maknanya: rukun. Tegasnya: orang yang menjalankan agama Islam haruslah rukun. (An aqimuddina wala tatafarraq fiha”, artinya: Hendaklah (kamu) mendirikan agama (Islam) dan janganlah (kamu) sama berselisihan.

Islam, menurut pokok-kata “Sulami”– maknanya: tangga, ialah tangga atau tingkat-tingkat untuk mencapai keluruhan dunia dan keluruhan akhirat. Jikalau orang Islam dengan sungguh-usngguh menjalankakn agamanya, maka tak boleh tidak mereka akan mencapai derajat yang tinggi sebagai yang telah di jalankan oleh khulafaurrasyidin.

Dasarnya Perintah-perintah Agama yang Bersifat Sosialistich

Dalam pada mengarangkan perintah-perintah yang berhubungan dengan jalannya ibadah, maka Nabi kita Muhammad s.a.w., ialah pengubah terbesar tentanghal-ikhwal pergaulan hidup manusia bersama (sociale Hervormer) yang terkenal oleh dunia, tiadalah melupakan asas-asas demokrasi tentang persamaan dan persaudaraan dan juga asas-asas sosialisme.

Menurut perintah-perintah agama yang telah ditetapkan oleh Nabi kita, maka sekalian orang Islam, kaya dan miskin, dari rupa-rupa bangsa dan warna kulit, pada tiap-tiap hari Jum’at haruslah datang berkumpul di dalam masjid dan menjalankan shalat dengan tidak mengadakan perbedaan sedikitpun juga tentang tempat dan derajat, di bawah pimpinannya tiap-tiap orang yang dipilih di dalam perkumpulan itu. Dua kali dalam tiap-tiap tahun sekalian penduduknya satu kota atau tempat, datanglah berkumpul akan menjalankan shalat dan berjabatan tangan serta berangkul-rangkulan satu sama lain dengan rasa persaudaraannya. Dan akhirnya tiap-tiap orang Islam diwajibkan satu kali di dalam hidupnya akan mengunjungi Mekah pada waktu yang telah ditentukan, bersama dengan berpuluhdan beratus ribu saaudaranya Islam.

Di dalam kumpulan besar ini, beribuan mereka yang datang dari tempat yang dekat tempat yang jauh sama bertemuan disatu tempat pusat, semuanya sama berpakaian satu rupa yang sangat sederhana, buka kepala dan kaki telanjang, orang-orang yang tertinggi dan terendah derajatnya dari rupa-rupa negeri dan tempat, rupa-rupa pula bangsa dan warna kulitnya; kumpulan besar yang kejadian pada tiap-tiap tahun ini adalah satu pertunjukan sosialme cara Islam dan ialah contoh besar dari pada “persamaan” dan “persaudaraan”. 

Di dalam kumpulan ini tidak menampak perbedaan sedikitpun juga diantara seorang raja dengan hambanya. Hal inilah bukan saja menanam tetapi juga melakukan (mempraktekkan) perasaan, bahwa segala manusia itu termasuk bilangannya satu persatuan dan diwajibkan kepada mereka itu akan berlaku satu sama lain dengan persamaan yang sempurna sebagai anggota-anggotanya satu persaudaraan.

Kumpulan besar yang kejadian pada tiap-tiap tahun ini bukan saja menunjukkan persamaan harga dan persamaan derajat diantara orang dengan orang, tetapi juga menunjukkan persatuan maksud dan tujuan pada jalannya segenap peri-kemanusiaan. Berpuluh ribu orang laki-laki dan perempuan, tua dan muda, datang di lautan pasir itu dengan segala kemudaratan di dalam perjalannya, hanyalah dengan satu maksud yaitu akan menunjukkan kehormatan dan kepujiannya kepada satu Allah, yang meskipun mereka bisa mendapatkan dimana-mana tempat dan pada tiap-tiap saat, tetapi kecintaan mereka kepada Allah itu diperumumkan di dalam satu kumpulan bersama-sama sebagai Tuhan mereka bersama, ialah Tuhan yang mencinta mereka semuanya –Rabbil ‘alamin. 

Cita-cita yang terlahir di dalam kumpulan besar ini ialah guna menunjukkan pada waktu yang bersama akan keadaan lahir yang membuktikan persaudaraan bersama dan rasa cinta-mencinta di dalam batin, agar supaya di dalam rohnya tiap-tiap orang Islam tertanamlah cita-cita bersal dari satu Tuhan dan cita-cita persaudaraan diantara manusia dengan manusia.

Sosialisme di dalam Islam bukan saja diajarkan sebagai teori, tetapi dilakukan (dipraktikkan) juga sebagai wajib.

Kedermawanan Cara Islam

Nabi kita menyuruh kita berlaku dermawan dengan asas-asas yang bersifat sosialis. Sedang Quran berulang-ulang menyatakan, bahwa memberi sedekah itu bukannya bersifat kebajikan, tetapi bersifat satu wajib yang keras dan tidak boleh dilalaikannya. Kecuali yang lain-lainnya, maka tentang pemberian sedekah itu Allah ta’ala ada bersabda di dalam Quran beginilah maksudnya:
“Kamu tidak pernah akan dapat mencapai keadilan, kecuali apabila kamu telah memberikan daripada apa yang kamu cintai; dan Tuhan mengetahui apa yang kamu berikan itu”.

Di satu tempat yang lain, Allah ta’ala bersabda di dalam Quran begini maksudnya:
“Barang siapa memberi sedekah dari pada kekayannya, guna membuat lebih suci dirinya. Dan tidak supaya kebajikannya akan diberi upahan. Tetapi barang siapa memberikan kekayannya untuk keperluan perkaranya dia punya Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha luhur. Dan kemudiannya tidak boleh tidak dia akan bersenang dengan dia punya upahan”.

Masih ada lagi lain-lain perintah Tuhan yang mewajibkan kita memberi sedekah dari pada kekayaan kita. Satu dua sabda Nabi kita, yang menunjukkan sifat sosialis yang terkandung di dalam aturan pemberian sedekah, adalah seperti yang berikut:

“Sekalian makhluk Tuhan adalah Tuhan ampunnya keluarga dan ialah yang sangat berbakti (percaya) kepada Tuhan yaitu barang siapa berusaha berbuat sebanyak-banyaknya kebajikan kepada makhluk Tuhan”.
“Memberi sedekah adalah satu wajib bagi kamu. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya diberikan kepada orang miskin”.

“Siapakah yang sangat dikasihi oleh Tuhan? Yaitu barang siapa mendatangkan sebesar-besarnya kebaikan bagi makhluk Tuhan”.

Sepanjang pengetahuan saya, maka hanyalah Nabi kita itu saja pemberi wet yang telah menetapkan ukuran besar-kecilnya kedermawanan yang berupa sedekah. Sepanjang kemauan Islam maka sedekah ada dua macamnya, yaitu sedekah yang bergantung dari kemauannya pemberi, dan sedekah yang diwajibkan, ialah zakat namanya. 
Menurut perintah Tuhan di dalam Al Qur’an maka zakat haruslah diberikan kepada delapan golongan manusia: 
  1. Orang-orang fakir; 
  2. Orang-orang miskin; 
  3. ‘Amil, yaitu orang-orang yang diserahi pekerjaan mengumpulkan dan membagi zakat;
  4. Mu’amalah kulubuhum (mereka yang hatinya harus dilembekkan akan menurut kepada agama Islam), yakni orang-orang yang meskipun sudah masuk agama Islam, tetapi kerajinannya kepada agama masih lembek, atau orang-orang ternama yang boleh melakukan pengaruh di atas masuknya lain-lain orang kepada agama Islam; 
  5.  Buat membeli lepas orang-orang budak belian. 
  6. Orang-orang berhutang yang tidak berkuasa membayar hutang itu, yakni hutang untuk keperluan ke-islaman; 
  7. Orang-orang yang melakukan perbuatan untuk memajukan agama Tuhan dan 
  8. Orang-orang bepergian, yang tidak akan dapat menyampaikan maksud perginya kalau tidak dengan pertolongannya sesama orang Islam.
Adapun besarnya zakat adalah ditentukan sekian, sehingga apabila segenap peri-kemanusiaan menurut hukum Islam tentang zakat, ditambah pula dengan kedermawanan yang lain-lainnya sebagai yang dikehendaki oleh Islam, maka di dunia kita akan datanglah peri-keadaan sosialisme, peri-keadaan sama rata sama rasa, ialah peri-keadaan selamat.

Maksudnya melakukan perintah tentang kedermawanan di dalam wet Islam, ternyata ada tiga rupa, yang mana masing-masing sama mempunyai dasar sosialis.

Akan membangun rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan umum dari pada keperluan diri sendiri. “Lebih baik mati sendiri, tetapi janganlah membiarkan lain orang mati karena kelaparan”, –inilah rupanya yang telah menjadi pokoknya cita-cita.

Akan membahagi kekayaan sama-rata di dalam dunia Islam. Dengan lantaran menjadikan peberian zakat sebagai salah satu rukun Islam, adalah dikehendaki; supaya umpamanya ada orang mendapat tinggalan warisan harta-benda yang besar, orang-orang yang miskin dan kekurangan akan mendapat bahagian dari pada kekayaan itu.
Akan menuntun persaan orang, supaya tidak anggap kemiskinan itu satu kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan itu ada lebih baik dari pada kejahatan. Sekalian orang suci dalam Islam sukalah menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu sendiri telah berkata: “Kemiskinan itu menjadikan besar hati saya”. (Al Fakir fakhri).

Dasar sosialistik yang tersebut ketiga ini perlu sekali ditanamkan dalam hati orang dalam pergaulan hidup bersama antara bangsa Arab pada zaman dulu, karena banyaklah diantara mereka yang congkak di atas asal-turunan dan peri-keadaan yang asal dari nenek moyangnya, tetapi lebih perlu pula sekarang ini ditanamkan dalam hatinya orang-orang bangsawan dan hartawan dalam pergaulan hidup bersama pada zaman sekarang.

Persaudaraan Islam
Islam adalah sebenar-benarnya satu agama yang bersifat demokratis dan telah menetapkan beberapa banyak hukum yang bersifat demokratis bagi orang-orang yang memluk dia. Islam menentukan persaudaraan yang harus dilakukan benar-benar diantara orang-orang Islam di negeri yang mana pun juga, baik yang berkulit merah ataupun berkulit kuning, berkulit putih atau hitam, yang kaya atau yang miskin. Persaudaraan Islam sangatlah elok dan indah sifatnya. Ia dapat menghilangkan permusuhan yang asal dari turun-turunan yang sudah berabad lamanya; orang asing dijadikannya sahabat karib dan persahabatannya itu lebih kuat dari pada perhubungan saudara yang asal dari darah.

Persaudaraan Islam sampai pada tingkat yang tinggi sekali, yaitu terbukti: sepeninggalnya Nabi Muhammad s.a.w. pimpinan Republik Arab tidak diberikan kepada kaluarganya yang terdekat dan tercinta, tetapi diberikan kepada salah seorang sahabtnya. Isalm telah menghapuskan perbdaan karena bangsa dan karena kulit sampai begitu luasnya, sehingga beberapa orang Abyssine yang “hitam kulitnya” telah menjadi pemimpin yang sangat terhotmat diantara orang-orang Islam, sedang tiga orang anggota yang sangat ternama dari pada pergaulan hidup Islam bersama –yaitu Hasan, Bilal dan Suhail masing-masing berasal dari Basrah, Habash, (Abyssine) dan Rum (Tuki di Azie) –ketiganya ini berbeda-beda juga warna kulitnya. Islam membunh perbedaan karena kaste dan karena klas begitu sempurna, sehingga orang-orang budak belian telah dijadikan komandan dari bala-tentara Islam memerintah di atas orang-orang dari asal turunan yang tinggi dan tinggi pula derajatnya. Perkawinan antara budak belian dengan orang merdeka yang ternama dirayakan dengan seharusnya, dan anak-anak yang terlahir dari pada mereka dihormat satu rupa juga sebagai anak-anak turunan bangsawan.

Hingga pada dewasa ini di tanah Arab adalah berlaku persamaan yang sempurna antara orang dengan orang, dan seorang penuntutn unta, seorang saudagar kaya dan seorang yang mempunyai tanah, makan dan minum dan hidup bersama-sama dengan tidak ada perbedaannya. Bahkan di Hindia, di dalam negeri Islam Bopal, orang-orang budak makan di meja bersama-sama dengan tuannya. Meskipun Nabi kta s.a.w. pada zamannya tidak atau tidak bisa menghapuskan aturan budak belian—(kaum miskin, kaum proletar, dalam abad ke 20 ini pun nasibnya tidak lebih baik dan tidak lebih menyenangkan dari pada nasibnya orang-orang budak belian di negeri Islam), tetapi Nabi kita, ialah Pengubah dunia yang terbesar, telah membeli tusukan yang terkeras kepada aturan budak belian, yaitu dengan lantaran derajatnya budak belian disamakannya dengan derajatnya orang merdeka. 
Diperintahkan oleh Nabi kita, supaya orang-orang budak belian diberi makanan satu rupa yang dimakan oleh tuannya, diberi pakaian satu rupa yang dipakai oleh tuannya. Orang merdeka diperkenankan berkawin sama budak belian, dan orang-orang bnudak belian mendapat persamaan hak dan persamaan perikeadaan dalam hukum dengan orang-orang merdeka.

Di Hindustan adalah beberapa raja pada dulu-kala yang asal turunan dari orang-orang budak belian. Diantara yang lain-lainnya, maka raja Kutubuddin yang ketika masih anak-anak menjadi budak belian, telah memerintahkan negeri yang amat besar dengan segala kebijaksanaan. Beberapa orang dari pada raja-raja yang tersebut itu, ialah pemimpin yagn sangat bijaknya dan mashur karena tinggi pelajarannya.

Menara Kutub Minar di kota Delhi (Hindustan), yang didirikan oleh raja yang pertama-tama asal budak belian di Hindustan pada permulaan abad yang ke 13, sekarang ini masih berdiri sebagai protes terhadap kepada pengarang-pengarang bangsa Eropa yang dengan buta-tulinya senantiasa membusuk-busukkan aturan budak belian Muslim. Kutub Minar itulah satu tanda peringatan yang gagah menunjukkan betapa besar jasanya Islam kepada orang-orang budak Islam.

Islam dan Anasir-anasir Sosialisme

Menurut pendapatan saya di dalam faham sosialisme adalah tiga anasir, yaitu: kemerdekaan (virjheid-liberty), persamaan (gelijkheid-equality) dan persaudaraan (broederschap-fraternity). Ketiganya anasir ini adalah dimasukkan sebanyak-banyaknya di dalam peraturan-peraturan Islam dan di dalam perikatan hidup bersama yang telah dijadikan oleh Nabi kita yang suci Muhammad s.a.w.

a. Kemerdekaan
Tiap-tiap orang Islam tidak harus takut kepada siapa atau apa pun juga, melainkan diwajibkan takut kepada Allah saja. “Lahaula wala kuwwata illa billah” (Tidak ada pertolongan dan kekuatan, melainkan dari pada Allah belaka). “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (Hanyalah Tuhan saja yang kita sembah dan hanyalah Tuhan sendiri yang kita mintai pertolongan).

Beberapa orang Arab, yang tidak biasa tinggal berumah yang tetap, belum pernah melihat rumah batu, yang dulu dengan pakaiannya yang buruk dikirmkan menghadap raja-raja Persi dan Roma yang berkuasa, meskipun raja-raja ini mempertunjukkan kekuasaan dan kebesarannya, orang-orang Arab tadi tiadalah menundukkan badannya dan kelihatan tidak bertakut sedikit pun juga di mukanya raja-raja tadi.

Sesungguhnya di dunia ini tidak ada barang sesuatu yang menakutkan mereka. Mereka merasa tidak menanggung jawab kepada apa pun juga, melainkan kepada mereka ampunya persaan batin sendiri, kepad mereka ampunya Allah yang Maha Kuasa, Maha Besar dan Maha Tinggi. Mereka itu merdekalah seperti hawa dan merasakan seluas-luasnya kemerdekaan yang orang dapat memikirkannya.
Quran yang suci menyatakan:
“Kemurahan, yang Tuhan akan mengaruniakan sebanyak-banyak kepada manusia, tiadalah dapat dicegahkan oleh siapa pun juga; barang apa yang Tuhan mempertegahkan, tiadalah dapat dikaruniakan kepada manusia kalau tidak dengan perantaraan Tuhan, dan Dialah yang kuasa dan berpengetahuan.” (Surah XXXV).

b. Persamaan
Tentang “persamaan” maka orang-orang Muslimin dalam zaman dulu bukan saja semua anggap dirinya sama, tetapi mereka semua anggap menjadi satu. Diantara orang-orang Muslimin tidak ada sesuatu perbedaan yang mana pun juga macamnya. Dalam pergaulan hidup bersama diantara mereka tidak ada perbedaan derajat dan tidak ada pula sebab-sebab yang boleh menimbulkan perbedaan klas. Tentang hal ini Khalifah Sayidina Umar r.a. adalah sangat kerasnya. Salah satu suratnya menceritakan satu perkara yang menunjukkan asas-asasnya dengan seterang-terangnya. 

Kecuali yang lain-lainnya maka ia telah menulis kepada Abu Ubaidah, yang salinannya kurang lebih begini:
…Begitulah bicara saya disebabkan oleh Jabalah Ibn Ayhim dari suku bangsa Gassan, yang datang pad kita dengan sanak saudaranya dan kepala dari suku bangsanya, yang saya terima dan saya jamu dengan sepatutnya. Di muka saya mereka menyatakan pengakuan memeluk agama yang benar, sayapun bermuka-cita bahwa “Allah telah menguatkan agama yang hak dan bertambah banyak orang yang memeluknya, lantaran mereka itu datang masuk dan mengetahui apa yang ada di dalam rahasia." Kita bersama pergi ziarah ke Mekkah, dan Jabalah pergi mengelilingi ka’bah tujuh kali. 
Ketika ia pergi keliling, maka kejadianlah ada seorang laki-laki dari suku bangsa Fizarah menginjak dia punya vest hingga jatuh dari pundaknya. Jabalah membelukkan diri sambil berkata: “Celakalah kamu! Kamu telah menelanjangkan belakangku di dalam ka’bah yang suci”. Si penginjak bersumpah, bahwa ia berbuat yang demikian itu tidak dengan sengaja. Tetapi lalu dipukul oleh Jabalah, dipecahkan hidungnya dan dicabut empat giginya yang sebelah muka. Si miskin yang teraniaya segeralah datang pada saya dan mengadukan keberatannya sambil meminta pertolongan saya. 
Maka saya perintahkan membawa Jabalah di muka saya, dan saya tanya apakah yang menyebabkan padanya telah memukul saudaranya Islam dengan cara yang demikian ini, mencabut gigi dan memecahkan hidungnya. Ia pun menjawab, bahwa orang tadi telah menginjak vest dan menelanjangkan belakangnya, dengan ditambah perkataan: kalau tidak mengingat hormat yang ia harus tunjukkan kepada ka’bah yang suci, niscaya orang itu telah dibunuh olehnya. Saya pun menjawab, bahwa ia telah melahirkan pengakuan yang terang memberatkan dirinya sendiri; dan apabila orang yang menanggung kerugian itu tidak memberi ampun padanya, saya mesti menuntut perkara padanya selaku pembalasan. Ia menjawab, bahwa ia raja dan orang yang lainnya itu orang tani. 
"Saya menyatakan padanya, bahwa hal itu tidak dapat diperdulikan, mereka keduanya adalah orang Islam dan oleh karenanya mereka bersamaanlah adanya. Sesudahnya itu ia minta, supaya dia punya hukuman dipertangguhkan sampai keesokan harinya. Saya menanya kepada orang yang mendapat kerugian, apakah ia suka menunggu selama itu; iapun melahirkan mufakatnya. Tetapi pada waktu malam Jabalah dan teman-temannya sama melarikan dirinya”.

Gibbon, seorang pengarang riwayat bangsa Inggris yang terkenal namanya (meninggalkan dunia dalam tahun 1794) telah berkata yang salinannya kurang lebih begini:
“Tetapi berjuta orang Afrika dan Asia yang sama berganti agama (memeluk agama Islam-pen) dan sama menguatkan tali ikatannya orang-orang Arab yang percaya (beragama Islam.—pen); mereka telah menyatakan kepercayaannya kepada satu Allah dan kepada utusan Allah, itulah niscaya dari sebab tertarik oleh barang yang indah, tetapi dari sebab dipaksanya. Dengan lantaran mengulangi ucapan satu kalimat dan kehilangan sepotong daging, maka orang hamba rakyat atau budak belian, orang hukuman atau penjahat, dalam sekejap mata berdirilah menjadi sahabat yang merdeka dan bersamaan derajatnya yang mengikat dipecahkan, sumpah tidak berkawin dihapuskan oleh pelajaran yang sesuai dengan keadaan ‘alam, kekuatan-kekuatan batin yang tidur di dalam gedung terungku menjadi bangunlah karena mendengar terompetnya orang-orang Arab, dan di dalam mengumpulkan dunia jadi satu, tiap-tiap anggotanya satu pergaulan hidup bersama yang baru itu naiklah sampai kepada muka yang dijadikan oleh ‘alam menurut dia punya kekuatan dan keberanian”. (Tidak dirintangi oleh wet-wet yang memperbedakan bangsa, klas atau warna kulit, seperti yang lumrahnya ada di dalam pergaulan hidup bersama yang bersifat kapitalistik ini. –pen).

Persamaan yang ‘adil serupa itu telah menyebabkan segenap umat Islam menjadi satu badan, satu nyawa. Cita-cita persamaan yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. adalah seperti berikut:
“Segala orang Islam adalah sebagai satu orang. Apabila seorang-orang merasa sakit dikepalanya, seluruh badannya merasa sakit juga, dan kalau matanya sakit, segenap badannya pun merasa sakit juga”. “Segala orang Islam adalah sebagai satu bina-bina, beberapa bahagian menguatkan bahagian yang lain-lainnya, dengan laku yang demikian itu juga yang satu menguatkan yang lainnya”.

Orang Islam tidak memperkenankan juga orang-orang yang tidak Islam membuat perbedaan antara orang dengan orang. Apabila mereka menerima utusan-utusannya raja Kristen, dan ketika utusan itu menurut ‘adat kebiasaannya sendiri berjongkok di mukanya kepala-kepala Muslimin, maka kepala-kepala ini tidak meluluskan utusan tadi berjongkok, sebab mereka itu sama-sama makhluk Tuhan belaka.

c.Persaudaraan
Persaudaraan diantara orang-orang Islam satu sama lain adalah sangat bagusnya. Rasa cinta diantara mereka itu seperti rasa cinta diantara saudara yang sebenar-benarnya. Di dalam Quran ada sabda Tuhan, menyatakan bahwa Tuhan sendiri menaroh kecintaan dan rasa persaudaraan di dalam hatinya tiap-tiap orang Islam akan mencintai dan merasa bersaudara kepada sesama saudara Islam. “Dan Tuhan menaruh kecintaan di dalam hati mereka itu. Meskipun kamu (Muhammad) telah memberikan segala apa yang ada di dalam dunia, tiadalah kamu akan dapat menjadikan kecintaan di dalam hati mereka. Tetapi Tuhan telah menjadikan kecintaan diantara mereka itu”, begitulah sabda Tuhan di dalam Al Quran.

Adalah pula satu dua ayat di dalam Quran, yang maksudnya harus saya buka disini, seperti yang berikut:
“Peganglah kokoh tali Tuhan yang mengikat semuanya, janganlah menimbulkan percerai-beraian, dan ingatlah akan kemurahan Tuhan kepada kamu, ketika Tuhan menaruh kecintaan di dalam hatimu pada kalanya kamu bermusuhan satu sama lain, dan sekarang kamu menjadi saudara karena karunia Tuhan”.

Sabda Nabi kita tentang persaudaraan:
“Orang-orang Islam adalah saudara di dalam agama dan tidak boleh tindas-menindas satu sama lain, juga tidak boleh melalaikan tolong-menolong satu sama lain, juga tidak boleh hina menghina satu sama lain”.
“Barang siapa tidak bercinta kepada makhluk Tuhan dan kepada anak-anaknya sendiri, Tuhan tidak akan mencintai dia”.

“Tidak seorang mempunyai kepercayaan yang sempurna, sebelum ia mengharapkan bagi saudaranya barang apa yang dia mengharap bagi dirinya sendiri”.

Cita-cita persaudaraan yang disiarkan oleh Nabi kita muhammad s.a.w. adlah bagietu luasnya, sehingga Nabi kita telah minta kepada orang-orang yang mengikuti dia, hendaklah mereka berlaku di atas dia sebagai saudaranya sendiri.

Kekuatannya persaan sama-sama dan persaudaraan Islam adalah begitu besar, sehingga Faridduin Attar, seorang Sufi Islam besar, pada suatu waktu telah melahirkan pengharapannya begini: “Mudah-mudahanlah kesusahan sekalian orang ditarohkan di dalam hatiku, agar supaya sekalian mereka itu terhindar dari kesusahannya”.
Dengan sebenarnyalah Tuan M. A. Hamid Snow boleh berkata dengan suka citanya, kira-kira seperti berikut:
“Satu warnanya Islam yang nyata, ialah satu pelajaran yang menyatakan halnya persaudaraan dan Persamaan. Pada pintunya Islam, segala apa saja adalah terhindar dari pada bau-bau yang menunjukkan klas atau kecongkakan dalam pergaulan hidup bersama. “

Dengan sebenar-benarnyalah persaudaraan di dalam Islam adalah sesempurna-sempurnanya persaudaraan, baik didunia maupun persaudaraan di akherat.


Referensi : “Islam & Sosialisme”, HOS Tjokroaminoto, Penerbit TriDe, Yogyakarta,2003.

Jumat, 02 Maret 2012

Biografi Gus Dur…Bapak Demokrasi-Pluralisme



Gus Dur
Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Selain Gus Dur, adiknya Gus Dur juga merupakan sosok tokoh nasional.
Berdasarkan silsilah keluarga, Gus Dur mengaku memiliki darah Tionghoa yakni dari keturunan Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V (Suara Merdeka, 22 Maret 2004).
Gus Dur sempat kuliah di Universitas Al Azhar di Kairo-Mesir (tidak selesai) selama 2 tahun dan melanjutkan studinya di Universitas Baghdad-Irak. Selesai masa studinya, Gus Dur pun pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Gus Dur terjun dalam dunia jurnalistik sebagai kaum ‘cendekiawan’ muslim yang progresif yang berjiwa sosial demokrat. Pada masa yang sama, Gus Dur terpanggil untuk berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Hal ini dilakukan demi menjaga agar nilai-nilai tradisional pesantren tidak tergerus, pada saat yang sama mengembangkan pesantren. Hal ini disebabkan pada saat itu, pesantren berusaha mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah.
Karir KH Abdurrahman Wahid terus merangkak dan menjadi penulis nuntuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.
Meskipun memiliki karir yang sukses pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan pada bisnis Es Lilin istrinya (Barton.2002.Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 108)
Sakit Bukan Menjadi Penghalang Mengabdi
Pada Januari 1998, Gus Dur diserang stroke dan berhasil diselamatkan oleh tim dokter. Namun, sebagai akibatnya kondisi kesehatan dan penglihatan Presiden RI ke-4 ini memburuk. Selain karena stroke, diduga masalah kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat diantara orangtuanya.
Dalam keterbatasan fisik dan kesehatnnya, Gus Dur terus  mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa meski harus duduk di kursi roda. Meninggalnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 ini membuat kita kehilangan sosok guru bangsa. Seorang tokoh bangsa yang berani berbicara apa adanya atas nama keadilan dan kebenaran dalam kemajemukan hidup di nusantara.
Selama hidupnya, Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa. Itu terwujud dalam pikiran dan tindakannya hampir dalam sisi dimensi eksistensinya. Gus Dur lahir dan besar di tengah suasana keislaman tradisional yang mewataki NU, tetapi di kepalanya berkobar pemikiran modern. Bahkan dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan. Pada masa Orde Baru, ketika militer sangat ditakuti, Gus Dur pasang badan melawan dwi fungsi ABRI. Sikap itu diperlihatkan ketika menjadi Presiden dia tanpa ragu mengembalikan tentara ke barak dan memisahkan polisi dari tentara.
Setelah tidak lagi menjabat presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia berupaya kembali muncul sebagai Bapak Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat presiden. Meski ia pernah menjadi Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), sebuah  organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan suatu kebenaran.  Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.
“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”
-Gus Dur- (diungkap kembali oleh Hermawi Taslim)
Dalam komitmennya yang penuh terhadap Indonesia yang plural, Gus Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi. Ia dikenal sebagai sosok pembela yang benar. Ia berani berbicara dan berkata yang sesuai dengan pemikirannya yang ia anggap benar, meskipun akan berseberangan dengan banyak orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali.

Karir Organisasi NU

Pada awal  1980-an, Gus Dur terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.
Selama memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan Soeharto.  Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.
Menjelang Munas 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum Munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.

Menjadi Presiden RI ke-4

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Pengabdian Sebagai Presiden RI ke-4

Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi  referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur.  Pendekatan yang lebih lembut terhadap Acehdilakukan Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut.  Netralisasi  Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland
Benar… Gus Dur lah menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Durlah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan.
Selain usaha perdamaaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia.  Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara.  Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.
Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.
Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya, Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.
Kendati pendapatnya tidak selalu benar — untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain — adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Bagi sebagian orang, pemikiran-pemikiran Gus Dur sudah terlalu jauh melampui zaman. Ketika ia berbicara pluralisme diawal diawal reformasi, orang-orang baru mulai menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di saat ini.
Dan apabila kita meniliki pada pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian besar pendapatnya jauh dari interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering seperti berlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi.
Belum satu bulan menjabat presiden, Gus Dur sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya segaligus sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu, Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.
Selama menjadi Presiden RI itu, Gus Dur mendapat kritik karena seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga dijuliki “Presiden Pewisata“. Pada tahun 2000, muncul dua skandal yang menimpa Presiden Gus Dur yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei 2000, BULOG melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Dua skandal “Buloggate” dan “Brunaigate” menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan jabatan kepresidenannya. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.
Itulah akhir perjalanan Gus Dur menjadi Presiden selama 20 bulan. Selama 20 bulan memimpin, setidaknya Gus Dur telah membantu memimpin bangsa untuk berjalan menuju proses reformasi yang lebih baik. Pemikiran dan kebijakannya yang tetap mempertahankan NKRI dalam wadah kemajukan berdemokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila merupakan jasa yang tidak terlupakan.

Hal-Hal Positif dari Gus Dur

All religions insist on peace. From this we might think that the religious struggle for peace is simple … but it is not.  The deep problem is that people use religion wrongly in pursuit of victory and triumph. This sad fact then leads to conflict with people who have different beliefs.
-KH Abdurrahman Wahid- (source)
Mantan Ketua DPP PKB, Hermawi Taslim yang selama 10 tahun terakhir turut bersama Gus Dur dalam segala aktivitasnya mengungkapkan tiga prinsip dalam hidup Gus Dur yang selalu ia sampaikan kepada orang-orang terdekatnya.
  • Pertama :  Akan selalu berpihak pada yang lemah.
  • Kedua : Anti-diskriminasi dalam bentuk apa pun.
  • Ketiga : Tidak pernah membenci orang, sekalipun disakiti.
Gus Dur merupakan salah tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan.
Gus Dur dalam pemerintahannya telah menghapus praktik diskriminasi di Indonesia. Tak berlebihan kiranya bila negara dan rakyat Indonesia memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas darma dan baktinya. Layaknya kiranya Gus Dur mendapat penghargaan sebagai Bapak Pluralisme dan Demokratisasi di Indonesia.

Doktor kehormatan dan Penghargaan Lain

Dikancah internasional, Gus Dur banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi  dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya :
  • Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
  • Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
  • Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
  • Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
  • Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
  • Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)
Penghargaan-penghargaan lain :
  • Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991)
  • Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
  • Bapak Tionghoa Indonesia (2004)
  • Pejuang Kebebasan Pers
Selamat Jalan Gus Dur
Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur
Selamat jalan Gus Dur. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan kami lupakan. Semoga amal-jasa-ibadahnya mendapat tempat yang ‘agung’.
Salam hormat dan turut berbela sungkawa,
ech-wan, 30 Desember 2009
Referensi utama : wikipedia —- gusdur.net —-kompas — 3 Prinsip Hidup Gus Dur-