Gerakan Intelektual Islam

"Elemen terpenting bukan pada otak. Namun, pada apa yang menuntun otak ==>kepribadian, hati, kebaikan, dan ide-ide progresif."

Jumat, 02 Maret 2012

Fakta Kesalahan Sistemik BI dalam Penanganan Kasus Bank Century




 Berdasarkan UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana revisi terakhir dalam UU 6 Tahun 2009 menegaskan bahwa tujuan berdirinya Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter;
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c. mengatur dan mengawasi Bank.

Untuk menunjang pelaksanaan tugas tersebut, gaji anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) saat ini rata-rata Rp 200 juta per bulan. Jauh diatas gaji menteri sebesar Rp 18 juta per bulan, dan rata-rata gaji anggota direksi badan usaha milik negara sebesar Rp 100 juta. Pendahuluan

Pada tanggal 26 September 2009, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyelesaikan laporan “Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi atas Kasus Bank Century” yang ditandatangani oleh Suryo Ekawoto Suryadi selaku Penanggung Jawab Pemeriksaan. Laporan tersebut diserahkan kepada DPR pada tanggal 28 September 2009 dan bersifat ‘rahasia’ atau hanya untuk konsumsi kalangan tertentu (kompas). Setelah ditunggu-tunggu lebih dari 1.5 bulan, akhirnya beredar  secuil informasi hasil audit investigasi sementara BPK yang diungkap oleh Kwik Kian Gie pada 9 Nov 2009 melalui tulisannya berjudul Kasus Bank Century : Istilah “Sistemik” yang Bersayap.

Tulisan Kwik Kian Gie mendapat perhatian besar media massa karena tulisan tersebut didasari oleh progres report BPK per 26 September 2009. Para jurnalis dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik, ramai-ramai memburu progress report investigasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bank Century (RMOL). Tulisan Kwik Kian Gie ini mentriger para anggota DPR RI mulai memberi dukungan dalam usulan hak angket kasus Bank Century.

Tulisan investigatif Kwik Kian Gie (+fakta audit sementara BPK) sekaligus ‘menampar’ pernyataan para pejabat yang selama ini melindungi tindakan bailout Century. Selama ini para pejabat yang mengucurkan dana Rp 6.7 triliun berkelik untuk menghindari ‘dampak sistemik’, namun tidak pernah berbicara hal substansi-kronologi mengenai kondisi Bank Century (BC) itu sendiri.

Presiden SBY pada 26 Sept 2009 di Amerika Serikat menyebutkan bahwa penyelamatan BC pada akhir 2008 lalu adalah demi kepentingan besar, yaitu menyelamatkan perekonomian nasional (okezone).
Mantan Gubernur BI Boediono (Wapres) pada 6 Nov 2009 menyatakan bahwa BC harus diselamatkan karena bisa berdampak pada bank-bank yang lain akibat kondisi keuangannya. “Situasi pada saat bank tersebut seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998. Jika tidak ditangani dengan baik, maka bank itu kolaps dan bisa memberikan efek domino kepada perekonomian” (Kompas).
Menkeu Sri Mulyani yang menjadi Ketua KSSK berkali-kali menyatakan bahwa alasan menyelamatkan BC karena bank ini ‘berpotensi sistemik’ dalam merusak sistem perbankan nasional. Sebelumnya, Sri Mulyani berkelik (berbohong) bahwa dia telah melaporkan kepada Wapres JK terlebih dahulu sebelum memutuskan membailout BC (Kompas).

Apakah Benar Bank Century Berpotensi “Dampak Sistemik”?

Pihak yang bertanggungjawab dalam pengucuran dana kea BC selalu  beralasan bahwa penyelamatkan BC karena bank ini ‘berpotensi sistemik’ dalam merusak sistem perbankan nasional. Karena berpotensi ‘resiko sistemik’ maka negara melalui ini LPS bertanggung jawab untuk menyuntikkan dana 6,7 triliun rupiah ke bank tersebut. Tanpa data yang lengkap, argumen ini saja masih layak diperdebatkan. Dari segi ukuran dan networking, apakah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak diselamatkan (langsung ditutup) akan mengalami kerusakan sistemik?

Fakta I : BI Ragu Apa itu Sistemik!

Berdasarkan catatan rapat tanggal 21 November 2008, penyelamatan Bank Century sempat ditolak sejumlah pejabat tinggi Departemen Keuanganyang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku ketua KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dan Gubernur BI Boediono. Para pejabat Depkeu tersebut mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi dan analisis Bank Indonesia (Boediono) yang menyatakan bahwa persoalan Bank Century ditengarai berdampak sistemik.

Menanggapi penolakan tersebut, pihak Bank Indonesia mengakui sulit untuk mengukur apakah masalah Bank Century dapat menimbulkan risiko sistemik karena hal tersebut merupakan dampak yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur menurut BI hanyalah perkiraan biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan mengingat situasi. Dengan mengingat situasi yang tidak menentu, maka BI melakukan penyelamatan dengan meminimalisasi biaya (Kompas).

Yang parahnya bahwa penjelasan sistemik KSSK (Sri Mulyani) tidak disampaikan kepada Wapres Jusuf Kalla selaku pimpinanan tertinggi negara (ketika SBY melakukan kunjungan ke LN). Sri Mulyani baru menyampaikan konfirmasi kepada JK pada 25 November 2008, 2 hari setelah pengucuran dana perdana sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov.

Disisi ukuran dan pengaruh dalam dunia perbankan, BC hanya menyumbang0,68 % dalam rasio DPB bank/DPK industri dan rasio kredit bank/kredit industri hanya 0,42 %. Maka, fungsi BC dalam industri perbankan tidak ada artinya sama sekali. Di mana sistemiknya? Mungkin sangat berarti untuk pihak-pihak tertentu yang menggunakan BC sebagai pencuci uang dan berbagai praktik kotor yang masih harus dibuktikan oleh laporan final oleh BPK.

************

Untuk fakta-fakta selanjutnya, akan didasari oleh progress report BPK per 26 September 2009 yang sebagian telah dipublis oleh media dan khususnya tulisan Kwik Kian Gie pada 9 Nov 2009 di Suara Pembaharuan.

Untuk pertama kalinya, Boediono, yang begitu erat keterkaitannya dengan kasus Bank Century (BC) dan sekarang wakil presiden, memberikan keterangan tentang BC seusai salat Jumat, 6 November yang lalu. Jelas saja dia harus membela bahwa suntikan dana yang demikian besar untuk bank yang demikian kecil memang diperlukan, karena dia dalam kedudukan sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) adalah tokoh kunci ketika bail out yang kontroversial dilakukan.

Dikatakan bahwa bail out dilakukan untuk menghindari efek domino yang sistemik, tidak untuk menyelamatkan bank, dan juga tidak untuk menyelamatkan kepentingan deposan besar. Dikatakan juga, harus dibedakan antara tindak kejahatan dan tindakan penyelamatan. Dan penyelamatan itu tidak untuk kepentingan eksistensi bank-nya, tidak untuk kepentingan deposan besar, tetapi untuk menghindari kerusakan dunia perbankan secara sistemik.

Wapres Boediono tidak mengemukakan data dan fakta dalam pernyataannya. Kalau dia boleh membentuk opini publik dengan cara demikian, saya merasa juga boleh mengemukakan data dan fakta yang termuat dalam berbagai media massa dan yang termuat dalam “Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi atas Kasus Bank Century” yang ditulis oleh BPK dan ditandatangani pada tanggal 26 September 2009 oleh Suryo Ekawoto Suryadi selaku Penanggung Jawab Pemeriksaan. Apa semua data dan fakta tersebut? Antara lain sebagai berikut.

Fakta II : Siapa yang Membuat Kerusakan Sistemik, BI atau Century?


Kelahiran BC yang sangat bermasalah beserta keseluruhan proses kerusakannya dibiarkan secara sistemik oleh BI. Berikut beberapa fakta kerusakan sistemik BC (bukan sistemik perbankan) yang telah dibiarkan BI sejak berdirnya BC:

Laporan Keuangan Bank Pikko dan Bank CIC, yang dinyatakan disclaimer oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), dijadikan dasar merger BC.
Pengurus bank, yaitu direksi dan komisaris, ditunjuk tanpa melalui fit and proper test. Pemegang saham pengendali yang tidak memenuhi fit and proper test tetapdipertahankan.
Lalu, mengapa ada deposan yang berani ‘menitip’ uang di Bank Century?

Fakta III : BI Tergesa-gesa Membuat Peraturan demi Menyelamatkan Century

Sebagai otoritas pengawas perbankan nasional, mestinya BI bekerja secara adil dan proportional kepada seluruh perbankan nasional. BI mestinya membuat kebijakan untuk mengakomodasi kepentingan seluruh Bank dan nasabah. Namun, detik-detik menjelang penyelamatan BC, justru BI mengeluarkan aturan hanya demi menyelamatkan BC.

Pada 30 Oktober 2008, BC mengajukan permohonan fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) kepada BI sebesar Rp 1 triliun karena kesulitan likuiditas.
Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008 karena pada saat mengajukan permohonan FPJP I, posisi CAR BC (analisis BI) adalah +2,35% (per 30 September 2008), sedangkan persyaratan untuk memperoleh FPJP sesuai dengan PBI No. 10/26/PB/2008 tentang FPJP Bank Umum, CAR-nya minimal harus 8%, sehingga BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
“Demi” menyelamatkan BC, pada 14 November 2008, BI Bank Indonesia (PBI)mengubah Peraturan mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR minimal positif (> 0%). Dengan perubahan ketentuan tersebut dan dengan menggunakan posisi CAR per 30 September 2008 sebesar positif 2,35%, BI menyatakan bahwa BC memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
Namun fakta lain menunjukkan bahwa bahwa CAR BC per 31 Oktober 2008 sudah -3,53%, sehingga seharusnya BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. Selain itu, sebagian jaminan FPJP yang diperjanjikan sebesar Rp. 469,99 miliar ternyata tidak secured.
Berdasarkan perubahan PBI tersebut, pada 14 November 2008, BI menyetujui pemberian FPJP  kepada BC. Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada BC adalah Rp 689,39 miliar yang dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp 356,81 miliar, 17 November 2008 sebesar Rp 145,26 miliar, dan 18 November 2008 sebesar Rp. 187,32 miliar.
Fakta IV : BI Lalai dalam Pengawasan ketika Status “Pengawasan Khusus” BC

Secara sistemik, BC digerogoti oleh pemilik dan atau manajemennya sendiri, yang secara sistemik pula dibiarkan oleh BI. Faktanya sebagai berikut. Setelah BC ditempatkan dalam pengawasan khusus pada 6 November 2008, BI mestinya tidak mengizinkan penarikan dana secara besar-besara dari pihak terkait yang tersimpan dalam BC. Hal ini didasar oleh Peraturan BI No. 6/9/PBI/2004 yang diubah dengan Peraturan BI No. 7/38/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Namun, setelah BC dalam pengawasan khusus BI, ternyata ada penarikan dana oleh pihak terkait yaknimasing-masing Rp 454.9 miliar, USD 2.22 juta atau Rp 23 miliar, AUD 164.8 ribu atau Rp 1.3 miliar dan SGD 41.3 ribu.

Kalau di BLBI adalah kecerobohan, sebaliknya kalau di Bank Century sudah terang- terangan dan bisa jadi merupakan kesengajaan.
-Kwik Kian Gie-

Fakta V : Menkeu, Gubernur BI dan LPS Mengabaikan Aspek Kriminalitas pada BC

Pada 31 Agustus 2009, JK memberi keterangan pers pasca pernyataan Sri Mulyani yang sebelumnya ‘berkilah’ (pernyataan tidak benar) bahwa ia telah melapor kepada JK sebelum bailout BC. Wapres menegaskan, masalah yang lahir di BC bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak.

“Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp  600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok  sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,”

Oleh sebab itu, kata Wapres, kasus Bank Century adalah kriminal. “Karena pemilik bank merampok banknya sendiri dan dananya dilarikan ke luar negeri. Padahal, obligasi yang diterbitkannya juga bodong atau tidak ada nilai. Seharusnya ini diawasi dengan baik  dan benar oleh BI,”

“Menanggapi laporan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia mengenai kasus Bank Century, yang saya nilai sebagai perampokan, saya sempat meminta kepada  Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert  Tantular dan direksi yang bertanggung jawab dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia (Boediono) tidak  berani.Alasannya, tidak ada dasar hukum,”

“Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank Century adalah kasus kriminal,” ujarnya.

Jusuf Kalla, 31 Agustus 2009 – Suara Merdeka

Pernyataan JK sesuai dengan Audit investigasi sementara BPK

Pada 14 November 2008, Robert Tantular (RT) memerintahkan BC Cabang Surabaya memindahkan deposito milik salah satu nasabah BC senilai USD 96 juta dari kantor Cabang Surabaya-Kertajaya ke Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan. Setelah itu, Dewi Tantular (DT)  dan RT mencairkan deposito tersebut senilai USD 18 juta tanggal 15 November 2008 yang digunakan oleh DT (Kepala Divisi Bank Notes) untuk menutupi kekurangan bank notes yang telah digunakan untuk keperluan pribadi DT; DT telah menjual bank notes ke luar negeri dengan jumlah yang melebihi jumlah yang tercatat, sehingga secara akumulatif terjadi selisih kurang antara fisik bank notes dan catatan akuntansi. Deposito milik nasabah tersebut kemudian diganti oleh BC dengan dana yang berasal dari FPJP.
Hak Angket Adalah Wajib!

Dari fakta dan audit audit sementara BPK menilai saja sudah terjadi berbagai pelanggaran aturan yang dilakukan oleh penanggungjawab bailout BC, terutama BI sebagai regulator perbankan nasional. Yang lebih parahnya lagi, BI ‘gagal’ mengawasi BC yang notabene bank yang hanya memiliki beberapa cabang di Indonesia. Padahal berdirinya BI memiliki fungsi dan tujuan yang jelas seperti tertera dalam UU 23/1999 yang saya kutip pada bagian awal tulisan ini.

Belum berbicara aliran dana dari BC, kita setidaknya melihat bahwa kebijakan dan penangganan BC sangat kuat indikasi pidanannya. secara nyata terjadi kejahatan-kejahatan pidana seperti pelanggaran posisi devisa neto, penyimpangan surat berharga, kredit fiktif, dan pengeluaran fiktif.

Oleh karena itu, usulan hak angket DPR sangatlah logis untuk melakukan reformasi jilid ke sekian untuk Bank Indonesia, meski audit aliran dana masih belum kelar. Dan kasus BC menambah daftar Bank Indonesia yang sarat dengan praktik korup, meski reformasi telah bergulir. Dua Gubernur BI pasca reformasi yakni Syahrir Sabirin dan Burhanuddin Abdullah pernah dan sedang menjalankan hukuman penjara. Begitu juga kasus suap pemilihan Miranda Goeltom dan dana Yayasan BI sebesar Rp 100 miliar yang 30 miliarnya mengalir ke anggota-anggota DPR RI.

Para pejabat BI yang pernah bertanggungjawab pada kasus Bank Century  sejak 2005-2009 harus diminta pertanggungjawab. Mereka adalah Gubernur BI (Burhanuddin Abdullah dan Boediono) serta para anggota Dewan Gubernur BI yakni Miranda Goeltom, Darmin Nasution, Hartadi A. Sarwono, Siti Chalimah Fadjrijah, S. Budi Rochadi, Muliaman D. Hadad, Ardhayadi Mitroatmodjo, Budi Mulya.

Sambil menunggu dan mendesak agar BPK dan PPATK mempercepat audit investigasi secara transparan dan bebas dari kepentingan penguasa, hak angket harus digunakan secara benar untuk mereformasi Bank Indonesia. Dan setelah itu, apabila hasil final BPK (melalui data PPATK) menemukan: (1) penyelamatan BC terkait untuk menyelamatkan deposan besar dan (2) penyelamatan BC terkait untuk aliran dana tidak wajar (pencucian uang) pihak tertentu. Maka proses ini harus  berlanjut sampai pada pimpinan KSSK yakni Sri Mulyani, Boediono dan Raden Pardede + pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari bailout BC.

*************

Dan saya masih berharap agar masyarakat semakin kritis atas proses hukum negeri ini yang telah lebih banyak digunakan penguasa untuk menjerat orang kecil seperti nenek Minah (55). Nenek Minah yang  memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) harus mendekam 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan (detiknews).

Sementara pelanggaran dana BOS, aliran dana korupsi DKP 2004, perampokan BLBI 1997-1998, pidana dana kampanye pilpres dan sejumlah pidana korups lain yang tidak bisa saya sebut satu per satu tidak pernah diusut tuntas.

Dan semoga pemerintah SBY mau merealisasikan janji-janjinya pada tahun 2004 yang kembali mengumbar janji pada tahun 2009 bahwa ingin menegak hukum. Nonsense berkoar ‘berdiri di depan menegakkan hukum’ jika kasus-kasus hukum yang besar dan nyata tidak pernah diproses, sementara orang yang miskin tidak berdaya seperti nenek Minah mendapat penegakan hukum 1000%.

Salam Nusantaraku,
ech-wan, 21 Nov 2009

Referensi Utama:

Kwik Kian Gie – Istilah “Sistemik” yang Bersayap”
Suara Merdeka
A. Tony Prasetiantono – Mengapa Century Perlu Diselamatkan? (Pro Bailout)
Tulisan Terkait:

Kasus Bank Century : Jangan Gunakan “Pisau” Menghukum Rakyat (1)
Kasus Bank Century : Siapa yang Diuntungkan? (2)
Kasus Bank Century : Boediono Terancam Dipidana (3)
Respon Sdr IipBanjary,

Terima kasih Sdr IipBanjary atas komentarnya. Saya akan tambahkan khususnya poin ke-2 yakni Proyeksi profitability kedepan dari BC/bank Mutiara–berapa yang kira-kira disumbangkan ke APBN setelah bank ini diambil alih negara. Meski kita harus memiliki pandang optimis, namun dalam kasus BC saya cukup pesimis. Berdasarkan pengalaman BLBI 1997-1998, recovery rate aset untuk bank-bank BPPN adalah 28%. Dalam hal ini negara dirugikan ratusan triliun yang mana total dana talangan mencapai Rp 600 triliun.

Bagaimana dengan Century?

Secara hitungan kasar, dana talangan ke BC mencapai Rp 6 triliun (per Februari 2009) + Rp 630 miliar pada Juli 2009. Bila kita asumsi bahwa BC dapat membekukan keuntungan rata-rata Rp 300 miliar per tahun, maka selama 3 tahun BC baru mengembalikan Rp 830 miliar (NPV, 9%). Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah dengan aset yang dimiliki sekarang, BC mampu dijual dengan harga Rp 7 triliun (NPV Rp 5.8 T pada tahun 2012)?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar