a. menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter;
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c. mengatur dan mengawasi Bank.
Untuk menunjang pelaksanaan tugas tersebut, gaji anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) saat ini rata-rata Rp 200 juta per bulan.
Jauh diatas gaji menteri sebesar Rp 18 juta per bulan, dan rata-rata gaji
anggota direksi badan usaha milik negara sebesar Rp 100 juta. Pendahuluan
Pada tanggal 26 September 2009, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menyelesaikan laporan “Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi atas
Kasus Bank Century” yang ditandatangani oleh Suryo Ekawoto Suryadi selaku
Penanggung Jawab Pemeriksaan. Laporan tersebut diserahkan kepada DPR pada
tanggal 28 September 2009 dan bersifat ‘rahasia’ atau hanya untuk konsumsi
kalangan tertentu (kompas). Setelah ditunggu-tunggu lebih dari 1.5 bulan,
akhirnya beredar secuil informasi hasil
audit investigasi sementara BPK yang diungkap oleh Kwik Kian Gie pada 9 Nov
2009 melalui tulisannya berjudul Kasus Bank Century : Istilah “Sistemik” yang
Bersayap.
Tulisan Kwik Kian Gie mendapat perhatian besar media massa
karena tulisan tersebut didasari oleh progres report BPK per 26 September 2009.
Para jurnalis dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik, ramai-ramai
memburu progress report investigasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) terhadap Bank Century (RMOL). Tulisan Kwik Kian Gie ini mentriger para
anggota DPR RI mulai memberi dukungan dalam usulan hak angket kasus Bank
Century.
Tulisan investigatif Kwik Kian Gie (+fakta audit sementara
BPK) sekaligus ‘menampar’ pernyataan para pejabat yang selama ini melindungi
tindakan bailout Century. Selama ini para pejabat yang mengucurkan dana Rp 6.7
triliun berkelik untuk menghindari ‘dampak sistemik’, namun tidak pernah
berbicara hal substansi-kronologi mengenai kondisi Bank Century (BC) itu
sendiri.
Presiden SBY pada 26 Sept 2009 di Amerika Serikat
menyebutkan bahwa penyelamatan BC pada akhir 2008 lalu adalah demi kepentingan
besar, yaitu menyelamatkan perekonomian nasional (okezone).
Mantan Gubernur BI Boediono (Wapres) pada 6 Nov 2009
menyatakan bahwa BC harus diselamatkan karena bisa berdampak pada bank-bank
yang lain akibat kondisi keuangannya. “Situasi pada saat bank tersebut seperti yang
terjadi pada tahun 1997-1998. Jika tidak ditangani dengan baik, maka bank itu
kolaps dan bisa memberikan efek domino kepada perekonomian” (Kompas).
Menkeu Sri Mulyani yang menjadi Ketua KSSK berkali-kali
menyatakan bahwa alasan menyelamatkan BC karena bank ini ‘berpotensi sistemik’
dalam merusak sistem perbankan nasional. Sebelumnya, Sri Mulyani berkelik
(berbohong) bahwa dia telah melaporkan kepada Wapres JK terlebih dahulu sebelum
memutuskan membailout BC (Kompas).
Apakah Benar Bank Century Berpotensi “Dampak Sistemik”?
Pihak yang bertanggungjawab dalam pengucuran dana kea BC
selalu beralasan bahwa penyelamatkan BC
karena bank ini ‘berpotensi sistemik’ dalam merusak sistem perbankan nasional.
Karena berpotensi ‘resiko sistemik’ maka negara melalui ini LPS bertanggung
jawab untuk menyuntikkan dana 6,7 triliun rupiah ke bank tersebut. Tanpa data
yang lengkap, argumen ini saja masih layak diperdebatkan. Dari segi ukuran dan
networking, apakah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak diselamatkan (langsung
ditutup) akan mengalami kerusakan sistemik?
Fakta I : BI Ragu Apa itu Sistemik!
Berdasarkan catatan rapat tanggal 21 November 2008,
penyelamatan Bank Century sempat ditolak sejumlah pejabat tinggi Departemen
Keuanganyang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku ketua KSSK
(Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dan Gubernur BI Boediono. Para pejabat
Depkeu tersebut mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi dan analisis
Bank Indonesia (Boediono) yang menyatakan bahwa persoalan Bank Century
ditengarai berdampak sistemik.
Menanggapi penolakan tersebut, pihak Bank Indonesia mengakui
sulit untuk mengukur apakah masalah Bank Century dapat menimbulkan risiko
sistemik karena hal tersebut merupakan dampak yang sulit diukur dari awal
secara pasti. Yang dapat diukur menurut BI hanyalah perkiraan biaya yang timbul
apabila dilakukan penyelamatan mengingat situasi. Dengan mengingat situasi yang
tidak menentu, maka BI melakukan penyelamatan dengan meminimalisasi biaya
(Kompas).
Yang parahnya bahwa penjelasan sistemik KSSK (Sri Mulyani)
tidak disampaikan kepada Wapres Jusuf Kalla selaku pimpinanan tertinggi negara
(ketika SBY melakukan kunjungan ke LN). Sri Mulyani baru menyampaikan
konfirmasi kepada JK pada 25 November 2008, 2 hari setelah pengucuran dana
perdana sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov.
Disisi ukuran dan pengaruh dalam dunia perbankan, BC hanya
menyumbang0,68 % dalam rasio DPB bank/DPK industri dan rasio kredit bank/kredit
industri hanya 0,42 %. Maka, fungsi BC dalam industri perbankan tidak ada
artinya sama sekali. Di mana sistemiknya? Mungkin sangat berarti untuk
pihak-pihak tertentu yang menggunakan BC sebagai pencuci uang dan berbagai
praktik kotor yang masih harus dibuktikan oleh laporan final oleh BPK.
************
Untuk fakta-fakta selanjutnya, akan didasari oleh progress
report BPK per 26 September 2009 yang sebagian telah dipublis oleh media dan
khususnya tulisan Kwik Kian Gie pada 9 Nov 2009 di Suara Pembaharuan.
Untuk pertama kalinya, Boediono, yang begitu erat keterkaitannya
dengan kasus Bank Century (BC) dan sekarang wakil presiden, memberikan
keterangan tentang BC seusai salat Jumat, 6 November yang lalu. Jelas saja dia
harus membela bahwa suntikan dana yang demikian besar untuk bank yang demikian
kecil memang diperlukan, karena dia dalam kedudukan sebagai Gubernur Bank
Indonesia (BI) adalah tokoh kunci ketika bail out yang kontroversial dilakukan.
Dikatakan bahwa bail out dilakukan untuk menghindari efek
domino yang sistemik, tidak untuk menyelamatkan bank, dan juga tidak untuk
menyelamatkan kepentingan deposan besar. Dikatakan juga, harus dibedakan antara
tindak kejahatan dan tindakan penyelamatan. Dan penyelamatan itu tidak untuk
kepentingan eksistensi bank-nya, tidak untuk kepentingan deposan besar, tetapi
untuk menghindari kerusakan dunia perbankan secara sistemik.
Wapres Boediono tidak mengemukakan data dan fakta dalam
pernyataannya. Kalau dia boleh membentuk opini publik dengan cara demikian,
saya merasa juga boleh mengemukakan data dan fakta yang termuat dalam berbagai
media massa dan yang termuat dalam “Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi
atas Kasus Bank Century” yang ditulis oleh BPK dan ditandatangani pada tanggal
26 September 2009 oleh Suryo Ekawoto Suryadi selaku Penanggung Jawab
Pemeriksaan. Apa semua data dan fakta tersebut? Antara lain sebagai berikut.
Fakta II : Siapa yang Membuat Kerusakan Sistemik, BI atau
Century?
Kelahiran BC yang sangat bermasalah beserta keseluruhan
proses kerusakannya dibiarkan secara sistemik oleh BI. Berikut beberapa fakta
kerusakan sistemik BC (bukan sistemik perbankan) yang telah dibiarkan BI sejak
berdirnya BC:
Laporan Keuangan Bank Pikko dan Bank CIC, yang dinyatakan
disclaimer oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), dijadikan dasar merger BC.
Pengurus bank, yaitu direksi dan komisaris, ditunjuk tanpa
melalui fit and proper test. Pemegang saham pengendali yang tidak memenuhi fit
and proper test tetapdipertahankan.
Lalu, mengapa ada deposan yang berani ‘menitip’ uang di Bank
Century?
Fakta III : BI Tergesa-gesa Membuat Peraturan demi
Menyelamatkan Century
Sebagai otoritas pengawas perbankan nasional, mestinya BI
bekerja secara adil dan proportional kepada seluruh perbankan nasional. BI
mestinya membuat kebijakan untuk mengakomodasi kepentingan seluruh Bank dan
nasabah. Namun, detik-detik menjelang penyelamatan BC, justru BI mengeluarkan
aturan hanya demi menyelamatkan BC.
Pada 30 Oktober 2008, BC mengajukan permohonan fasilitas
pinjaman jangka pendek (FPJP) kepada BI sebesar Rp 1 triliun karena kesulitan
likuiditas.
Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008 karena
pada saat mengajukan permohonan FPJP I, posisi CAR BC (analisis BI) adalah
+2,35% (per 30 September 2008), sedangkan persyaratan untuk memperoleh FPJP
sesuai dengan PBI No. 10/26/PB/2008 tentang FPJP Bank Umum, CAR-nya minimal
harus 8%, sehingga BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
“Demi” menyelamatkan BC, pada 14 November 2008, BI Bank
Indonesia (PBI)mengubah Peraturan mengenai persyaratan pemberian FPJP dari
semula CAR minimal 8% menjadi CAR minimal positif (> 0%). Dengan perubahan
ketentuan tersebut dan dengan menggunakan posisi CAR per 30 September 2008
sebesar positif 2,35%, BI menyatakan bahwa BC memenuhi syarat untuk memperoleh
FPJP.
Namun fakta lain menunjukkan bahwa bahwa CAR BC per 31
Oktober 2008 sudah -3,53%, sehingga seharusnya BC tidak memenuhi syarat untuk
memperoleh FPJP. Selain itu, sebagian jaminan FPJP yang diperjanjikan sebesar
Rp. 469,99 miliar ternyata tidak secured.
Berdasarkan perubahan PBI tersebut, pada 14 November 2008,
BI menyetujui pemberian FPJP kepada BC.
Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada BC adalah Rp 689,39 miliar yang
dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp 356,81 miliar, 17 November 2008
sebesar Rp 145,26 miliar, dan 18 November 2008 sebesar Rp. 187,32 miliar.
Fakta IV : BI Lalai dalam Pengawasan ketika Status
“Pengawasan Khusus” BC
Secara sistemik, BC digerogoti oleh pemilik dan atau
manajemennya sendiri, yang secara sistemik pula dibiarkan oleh BI. Faktanya
sebagai berikut. Setelah BC ditempatkan dalam pengawasan khusus pada 6 November
2008, BI mestinya tidak mengizinkan penarikan dana secara besar-besara dari
pihak terkait yang tersimpan dalam BC. Hal ini didasar oleh Peraturan BI No.
6/9/PBI/2004 yang diubah dengan Peraturan BI No. 7/38/PBI/2005 tentang Tindak
Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Namun, setelah BC dalam pengawasan
khusus BI, ternyata ada penarikan dana oleh pihak terkait yaknimasing-masing Rp
454.9 miliar, USD 2.22 juta atau Rp 23 miliar, AUD 164.8 ribu atau Rp 1.3
miliar dan SGD 41.3 ribu.
Kalau di BLBI adalah kecerobohan, sebaliknya kalau di Bank
Century sudah terang- terangan dan bisa jadi merupakan kesengajaan.
-Kwik Kian Gie-
Fakta V : Menkeu, Gubernur BI dan LPS Mengabaikan Aspek
Kriminalitas pada BC
Pada 31 Agustus 2009, JK memberi keterangan pers pasca
pernyataan Sri Mulyani yang sebelumnya ‘berkilah’ (pernyataan tidak benar)
bahwa ia telah melapor kepada JK sebelum bailout BC. Wapres menegaskan, masalah
yang lahir di BC bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang
dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan
adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak.
“Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank
bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga
merugikan negara sampai Rp 600 triliun
dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan
sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal,
seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank
Indonesia,”
Oleh sebab itu, kata Wapres, kasus Bank Century adalah kriminal.
“Karena pemilik bank merampok banknya sendiri dan dananya dilarikan ke luar
negeri. Padahal, obligasi yang diterbitkannya juga bodong atau tidak ada nilai.
Seharusnya ini diawasi dengan baik dan
benar oleh BI,”
“Menanggapi laporan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank
Indonesia mengenai kasus Bank Century, yang saya nilai sebagai perampokan, saya
sempat meminta kepada Boediono selaku
Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab
dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia (Boediono) tidak berani.Alasannya, tidak ada dasar hukum,”
“Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu
juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank
Century adalah kasus kriminal,” ujarnya.
Jusuf Kalla, 31 Agustus 2009 – Suara Merdeka
Pernyataan JK sesuai dengan Audit investigasi sementara BPK
Pada 14 November 2008, Robert Tantular (RT) memerintahkan BC
Cabang Surabaya memindahkan deposito milik salah satu nasabah BC senilai USD 96
juta dari kantor Cabang Surabaya-Kertajaya ke Kantor Pusat Operasional (KPO)
Senayan. Setelah itu, Dewi Tantular (DT)
dan RT mencairkan deposito tersebut senilai USD 18 juta tanggal 15
November 2008 yang digunakan oleh DT (Kepala Divisi Bank Notes) untuk menutupi
kekurangan bank notes yang telah digunakan untuk keperluan pribadi DT; DT telah
menjual bank notes ke luar negeri dengan jumlah yang melebihi jumlah yang
tercatat, sehingga secara akumulatif terjadi selisih kurang antara fisik bank
notes dan catatan akuntansi. Deposito milik nasabah tersebut kemudian diganti
oleh BC dengan dana yang berasal dari FPJP.
Hak Angket Adalah Wajib!
Dari fakta dan audit audit sementara BPK menilai saja sudah
terjadi berbagai pelanggaran aturan yang dilakukan oleh penanggungjawab bailout
BC, terutama BI sebagai regulator perbankan nasional. Yang lebih parahnya lagi,
BI ‘gagal’ mengawasi BC yang notabene bank yang hanya memiliki beberapa cabang
di Indonesia. Padahal berdirinya BI memiliki fungsi dan tujuan yang jelas
seperti tertera dalam UU 23/1999 yang saya kutip pada bagian awal tulisan ini.
Belum berbicara aliran dana dari BC, kita setidaknya melihat
bahwa kebijakan dan penangganan BC sangat kuat indikasi pidanannya. secara
nyata terjadi kejahatan-kejahatan pidana seperti pelanggaran posisi devisa
neto, penyimpangan surat berharga, kredit fiktif, dan pengeluaran fiktif.
Oleh karena itu, usulan hak angket DPR sangatlah logis untuk
melakukan reformasi jilid ke sekian untuk Bank Indonesia, meski audit aliran
dana masih belum kelar. Dan kasus BC menambah daftar Bank Indonesia yang sarat
dengan praktik korup, meski reformasi telah bergulir. Dua Gubernur BI pasca
reformasi yakni Syahrir Sabirin dan Burhanuddin Abdullah pernah dan sedang
menjalankan hukuman penjara. Begitu juga kasus suap pemilihan Miranda Goeltom
dan dana Yayasan BI sebesar Rp 100 miliar yang 30 miliarnya mengalir ke
anggota-anggota DPR RI.
Para pejabat BI yang pernah bertanggungjawab pada kasus Bank
Century sejak 2005-2009 harus diminta
pertanggungjawab. Mereka adalah Gubernur BI (Burhanuddin Abdullah dan Boediono)
serta para anggota Dewan Gubernur BI yakni Miranda Goeltom, Darmin Nasution,
Hartadi A. Sarwono, Siti Chalimah Fadjrijah, S. Budi Rochadi, Muliaman D.
Hadad, Ardhayadi Mitroatmodjo, Budi Mulya.
Sambil menunggu dan mendesak agar BPK dan PPATK mempercepat
audit investigasi secara transparan dan bebas dari kepentingan penguasa, hak
angket harus digunakan secara benar untuk mereformasi Bank Indonesia. Dan
setelah itu, apabila hasil final BPK (melalui data PPATK) menemukan: (1)
penyelamatan BC terkait untuk menyelamatkan deposan besar dan (2) penyelamatan
BC terkait untuk aliran dana tidak wajar (pencucian uang) pihak tertentu. Maka
proses ini harus berlanjut sampai pada
pimpinan KSSK yakni Sri Mulyani, Boediono dan Raden Pardede + pihak-pihak yang
mendapat keuntungan dari bailout BC.
*************
Dan saya masih berharap agar masyarakat semakin kritis atas
proses hukum negeri ini yang telah lebih banyak digunakan penguasa untuk
menjerat orang kecil seperti nenek Minah (55). Nenek Minah yang memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT
Rumpun Sari Antan (RSA) harus mendekam 1 bulan 15 hari penjara dengan masa
percobaan 3 bulan (detiknews).
Sementara pelanggaran dana BOS, aliran dana korupsi DKP
2004, perampokan BLBI 1997-1998, pidana dana kampanye pilpres dan sejumlah
pidana korups lain yang tidak bisa saya sebut satu per satu tidak pernah diusut
tuntas.
Dan semoga pemerintah SBY mau merealisasikan janji-janjinya
pada tahun 2004 yang kembali mengumbar janji pada tahun 2009 bahwa ingin
menegak hukum. Nonsense berkoar ‘berdiri di depan menegakkan hukum’ jika
kasus-kasus hukum yang besar dan nyata tidak pernah diproses, sementara orang
yang miskin tidak berdaya seperti nenek Minah mendapat penegakan hukum 1000%.
Salam Nusantaraku,
ech-wan, 21 Nov 2009
Referensi Utama:
Kwik Kian Gie – Istilah “Sistemik” yang Bersayap”
Suara Merdeka
A. Tony Prasetiantono – Mengapa Century Perlu Diselamatkan?
(Pro Bailout)
Tulisan Terkait:
Kasus Bank Century : Jangan Gunakan “Pisau” Menghukum Rakyat
(1)
Kasus Bank Century : Siapa yang Diuntungkan? (2)
Kasus Bank Century : Boediono Terancam Dipidana (3)
Respon Sdr IipBanjary,
Terima kasih Sdr IipBanjary atas komentarnya. Saya akan
tambahkan khususnya poin ke-2 yakni Proyeksi profitability kedepan dari BC/bank
Mutiara–berapa yang kira-kira disumbangkan ke APBN setelah bank ini diambil
alih negara. Meski kita harus memiliki pandang optimis, namun dalam kasus BC
saya cukup pesimis. Berdasarkan pengalaman BLBI 1997-1998, recovery rate aset
untuk bank-bank BPPN adalah 28%. Dalam hal ini negara dirugikan ratusan triliun
yang mana total dana talangan mencapai Rp 600 triliun.
Bagaimana dengan Century?
Secara hitungan kasar, dana talangan ke BC mencapai Rp 6
triliun (per Februari 2009) + Rp 630 miliar pada Juli 2009. Bila kita asumsi
bahwa BC dapat membekukan keuntungan rata-rata Rp 300 miliar per tahun, maka
selama 3 tahun BC baru mengembalikan Rp 830 miliar (NPV, 9%). Sekarang yang
menjadi pertanyaan, apakah dengan aset yang dimiliki sekarang, BC mampu dijual
dengan harga Rp 7 triliun (NPV Rp 5.8 T pada tahun 2012)?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar