Eva Cheng
Banyak orang yang menjadi
aktivis kiri di 1990-an, sejak Partai Komunis Cina (PKC) memulai restorasi
kapitalisme, merasa sulit untuk menghubungkan atau mengapresiasikan
keberhasilan yang didapat oleh rakyat Cina pada kemenangan komunis di 1949.
Para penentu kebijakan di Beijing sacara gradual mencampakkan properti dan
sistem sosialis untuk digantikan dengan sebuah sistem kapitalisme, ketika
mempertahankan retorika-retorika radikal, diperkuat dengan keraguan-keraguan
yang timbul dalam revolusi selama tiga dekade kegagalan Stalinis yang dipimpin
oleh Mao Tse Tung.
Republik Rakyat Cina dideklarasikan tanggal 1
Oktober 1949. Hal itu adalah sebuah peristiwa sangat signifikan untuk umat
manusia, sebuah testimoni tentang kegigihan, keberanian dan perlawanan massa
rakyat yang terorganisir, meskipun di sebuah negeri yang terbelakang, yang
dapat mengalahkan, secara politis dan militer, kekuatan imperialis terkuat.
Meskipun
terjadi perdebatan (dan belum tersimpulkan) tentang strategi-strategi
revolusioner, beberapa akan membantah dampak revolusi tersebut bagi pejuang
kelas di dunia—ada yang mengatakan revolusi tersebut merupakan sumber
insipirasi bagi kekuatan-kekuatan rakyat dan yang lainnnya mengatakan
revolusi itu hanya sebuah model (maksudnya model/tradisi/garis revolusioner).
Negeri Impian bagi Imperialisme
Imperialisme
telah menghisap rakyat Cina selama lebih dari satu abad, awal mulanya melalui
kapal-kapal dagang yang memperjual-belikan barang-barang dan kemudian dengan
merampas bagian-bagian bangsa Cina. Inggris, kekuatan imperialis terkuat di
waktu itu, mengambil kepemimpinan, berperang melawan Cina tahun 1839-1842
setelah Kaisar Qing menolak pasokan besar opium dari Inggris. Cina ,mengalami
kekalahan dan menyerahkan Hongkong sebagai koloni Inggris.
Kekuatan
imperialis lainnya, seperti AS dan Perancis, secara cepat mengikuti langkah
Inggris dengan mulai mengajukan tuntutan. Cina dipaksa untuk membuka lima
pelabuhannya bagi barang-barang imperialis dan menyerahkan teritorinya untuk
dikontrol imperialis.
Menggunakan
opium sebagai alasan, Inggris bekerja sama dengan Perancis berperang melawan
Cina tahun 1856-1860, dan keluar dari peperangan dengan segudang harta
rampasan (dari Cina). Perang itu terjadi ketika Tsar Rusia berusaha merebut
bagian sumber kekayaan Cina di daerah kaya Timur Laut. Tahun 1885, Perancis
berperang lagi dengan Cina, yang memaksa Kaisar Cina untuk membuat konsesi
baru bagi Perancis dan Jepang.
Tahun
1895 setelah beberapa kekalahan, Cina menyerah, dan memberikan Korea kepada
Jepang, dan menyerahkan Taiwan dan Kepulauan Penhu (Pescadores) kepada Jepang
sebagai koloni.
Perluasan
daerah kekuasaan imperialis, hasilnya tahun 1900, seperti Jerman, AS, Inggris,
Perancis, Rusia, Jepang, dan Portugal masing-masing memiliki daerah kekuasaan
di Cina. Kondisi ini menyiapkan untuk tindakan yang lebih jauh bagi dominasi
ekonomi imperialisme di Cina.
Kemudian
diikuti dengan intervensi militer, meningkatnya penetrasi kapitalis,
peningkatan sektor-sektor industri terbatas, dan formasi borjuasi Cina yang
kecil dan lemah. Semua kejadian ini terjadi ketika Kekaisaran Cina sedang
mendekati ajalnya.
Kekaisaran
Cina diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan di tahun 1911, yang diorganisir
oleh borjuasi, bangsawan, dan panglima-panglima perang. Ketika mereka (para
pemberontak) kemudian berjuang untuk sebuah kekuasaan nasional, Imperialis
memperkuat kontrol mereka dan para panglima perang lokal mengkonsolidasi
kekuatan mereka.
Melalui
pendanaan rezim yang terpecah-pecah itu, bank-bank imperialis, sebagai efeknya,
menyerbu Cina, mengkontrol operasi-operasi pemerintahan yang vital, termasuk
pemungutan pajak dan anggaran nasional. Beberapa partai borjuis didirikan,
tetapi KMT (Kuomintang- sebuah partai nasionalis), yang awalnya dipimpin oleh
Dr. Sun Yat-sen dan kemudian oleh Chiang Kai-sek, adalah kekuatan yang tampil
sebagai pemimpin.
Ketika
Jerman mengalami kekalahan dalam PD I, semua priveleges dan aset-aset mereka
di Cina, tidak di kembalikan kembali ke pemerintahan Cina, namun dialihkan ke
kekuatan Imperialis pemenang, yaitu Jepang. Hal ini memicu luapan kemarahan
rakyat Cina.
Para
pelajar dan mahasiswa memimpin demonstrasi selama sebulan yang kota-kota di
Cina mulai 4 mei 1949. Aksi ini, meskipun direpresif, memimpin untuk pertama
kali-nya mobilisasi massa anti-imperialis di Cina yang Moderen.
Para
buruh turut memeberikan solidaritas, 60.000 buruh ikut berpartisipasi dalam
kegiatan ini d Shanghai, borjuasi Cina juga menunjukkan dukungannya dengan
pemboikotan terhadap barang-barang asing. Demonstrasi ini berkembang pada
penolakan struktur masyarakat lam/tua, dimana kelas penguasa memonopoli
penggunaan bahasa tulis dan subordinasi perempuan.
Perjuangan yang dikhianati
Partai Komunis Cina didirikan oleh
pemimpin gerakan ini di tahun 1921. Mengikuti contoh yang diberikan Bolshevik
Rusia, PKC menyusun program untuk memimpin kaum buruh dan tani untuk
menuntaskan revolusi demokratik sebagai langkah awal bagi penghancuran
kapitalisme.
Bulan
Juni 1923, PKC menjalin sebuah front persatuan anti-imperialis dengan KMT
untuk melawan para pendekar/panglima perang dan dominasi imperialis di
Cina. Pada waktu itu PKC mempunyai anggota sebnayak 432 orang dan KMT sebanyak
300.000 orang.
Sebagai
bagian kebijakan Front Persatuan, anggota PKC juga bergabung di KMT. Kebijakan
ini berdampak cepat dan besar. Pada kongres pertama KMT di Januari 1924, 40
dari 200 delegasi yang hadir adalah anggota PKC, dan awal 1926 PKC anggotanya
berkembang menjadi 30.000.
Selama
periode ini terdapat begunung-gunung gelombang pemogokan buruh. Menurut data
yang ada, antara tahun 1918 dan 1922, pemogokan meningkat dari 25 menjadi 91,
jumlah pekerja yang terlibat meningkat lima belas kali lipat atau sebesar
150.000 orang.
Konferensi
buruh nasional pertama yang diselenggarakan di tahun 1922, merepresentasikan
300.000 anggota. Tahun 1925 keanggotaan meningkat menjadi 570.000 dan tahun
1927 menjadi 3 juta orang. Peeingatan hari buruh Internasional (may day) tahun
1924 di Shanghai melibatkan 100.000 buruh dan di Guangzhou (Canton) 200.000
buruh. Tahun 1927, di propinsi Hubei dan Hunan masing-masing melaporkan
keterlibatan sekitar 400.000 buruh.
Pemberontakan
buruh meledak di pertengahan tahun 1925. Jutaan orang di seluruh Cina untuk
menyatakan solidaritas. Pemogokan umum selama tiga bulan di Shanghai, yang
dipicu oleh polisi Inggris yang menembaki para demonstran, didukung oleh
sedikitnya 135 aksi solidaritas di Cina yang melibatkan 400 ribuan orang.
Penembakan
yang sama juga terjadi di Guangzhou yang direspon dengan pemogokan umum dan
pemboikotan barang-barang Inggris di Hongkong dan Cina Selatan, melibatkan
250.000 buruh, Hal itu sangat efektif, di bulan-bulan terakhir.
Sebagai reaksi atas maraknya
gelombang perlawanan kaum buruh, KMT mulai bergerak ke Kanan. Bulan Maret
1926, Chiang Kai-sek, komandan tentara KMT, mengumumkan keadaan darurat perang
di Guanhzhou. membubarkan komite-komite pemogokan Guanzhou dan menangkan para
pemimpin PKC.
Bulan
Mei, Chiang menawarkan agar PKC dibawah kontrol politi KMT. mengehntikan
penyebara issu dalam media internal dan merombak dafta semua anggota yang
bekerja dalam KMT. Instruksi dari Komintern (Perkumpulan Komunis Internasional)
di Moskow, yang di dominasi birokrat Stalinis, menyatakan bahwa PKC harus
menerima tuntutan itu.
Sebagai
pembenaran kebijakan ini, Birokrasi Stalin mengedapankan sebuah teori
kasar dari Mensvik tentang revolusi demokratik yang harus dituntaskan
dengan aliansi bersama borjuis “demokratik”.
Alexander
Martinov, yang dulunya adalah pemimpin Menshevik dan sekarang menjadi pemipin
pejabat Stalinis dalam Departemen Daerah Timur Komintern, memformulasikan
teori Neo-Mensevik, menurut dia, kemenangan revolusi demokratik anti-imperialis
di Cina membutuhkan sebuah blok pemerintahan
yang terdiri dari empat kelas sosial (borjuasi nasionalis, buruh, kaum
menengah perkotaan,dan petani). Para pemimpin Komintern menyatakan bahwa
pemerintahan KMT hanyalah sebuah pemerintahan biasa dan seharusnya di dudukung
oleh kubu Komunis.
Chiang
meningkatkan represifitas atas kaum komunnis di tahun 1927, memaksa para
pemimpin PKC untuk mundur ke daerah-daerah yang tidak mudah di akses dan
menguatkan kekuatan bersenajata. Dia memperhebat kampanye pemusnahan
daerah-daerak komunis di selatan tahun1930-1934, memaksa para pejuang komunis
untuk mundur ke utara, via jalan barat.
Meskipun
tentara merah di binasakan—dari 300.000 menjadi 30.000 selama 13 bulan,
10.000 km long march—dan sisanya terpaksa harus disatukan kembali. Dalam
perjalanan, dimana mereka jauh dari kontrpl Stalinis, terjadi perdebatan yang
intensif tentang strategi yang sudah dijalankan dan menyatukan kembali
kekuatan-kekuatan yang terpecah dari CCP. Meskipun memakai garis Stalinis, Mao
tidak siap untuk mengikuti semua perintah Stalinis.
Mobilisasi Massa
Jepang menyiapkan sebuah invasi habis-habisan ke Cina
tahun 1937, memaksa PKC dan KMT untuk berkolaborasi kembali dalam perlawanan.
Tapi Mao tidak menyiapkan untuk mensub-ordinasikan kembali PKC dan saat di
dalam aliansi melawan Jepang tersebut, dia tidak berhenti untuk memblejeti KMT,
dan menentang instruksi dari Komintern.
Selama
aliansi di tahun 1937-1945, Mao tetap mengontrol Tentara Merah dan daerah-daerah yang sudah dibebaskan,
penduduku yang dibawah komando tentara merah jumlahnya meningkat dari 2juta
menjadi 95 juta, begitu juga dengan pasukan merah, jumlahnya meningkat dari
30.000 menjadi mendekati angka 1 juta orang.
Saat
periode awal aliansi dengan KMT, PKC menikmati membesarnya ruang untuk
beroperasi di kota-kota dan banyak aktiis yng mendekam dalam penjara
dibebaskan. Tapi kemudian Chiang Kai-sek mulai bermanuver untuk menggoyang PKC.
untuk meningkatkan likuidasi bagi simpatisan merah yang ditahun 1941 berjumlah
10.000 orang dengan bantuan Jepang. Setelah kejadian tersebut, anggota yang
mendukung garis komintern tentang aliansi penuh dengan KMT menjadi menurun
tajam.
Para
petani juga memainkan peranan kunci dalam revolusi China. Serikat petani
nasional mengadakan pertemuan mereka pertama di tahun 1926, merepresentasikan
anggotanya sebesar lebih dari satu juta orang.
Dua pertiga berasal dari
propinsi Guangdong, tapi segera pergerakannya meluas ke utara. mengikuti
jalur-dan dalam beberapa kasus pra petani membuka jalan bagi-tentara merah.
Awal tahun 1927, serikat petani propinsi Hunan melaporkan mempunyai anggota
sebesar 1,3 juta orang.
Usaha
untuk mengorganisir para petani meningkat secara terus-menerus hanya di tahun
1930-an, ketika PKC harus mundur dari daerah perkotaan. Dalam
daerah-pedesaan-merah yang begitu luas, pemerintahan di pegang oleh PKC.
Secara
nasional, otoritas PKC sebagai partai pelopor di peroleh pada tahun 1930-an
saat kemunduran rezim Chiang. Kekuatannya (KMT) dicurahkan sepenuhnya untuk
menghadapi kaum komunis Cina daripada melawan invasi Jepang (bahkan KMT
meminta bantuan jepang untuk menghadapi PKC). Chiang menganggap para penyerbu
dari Jepang bagai sebuah penyakit kulit ringan, sedangkan kaum Komunis adalah
penyakit kanker hati yang ganas.
PKC
menjadi partai panutan bagi para pejuang. Hanya sedikit yang tidak bersimpati
kepada PKC.
Ketika
Jepang menyerah di tahun 1945, PKC menguasai 19 daerah yang sudah dibebaskan
yang berpenduduk 95 juta orang, mengorganisir tentara yang berkekuatan 910.000
orang, sebuah milisi yang beranggotakan 2,22 juta orang dan SDU (Self Defence
Unit semacam laskar untuk pertahanan) yang mempunyai anggota sebesar 10 juta
orang.
Kemuakan
atas perang dan dominasi Imperialis, mayoritas rakyat berharap agar PKC dan
KMT bisa bekerja sama untuk perdamaian. Tapi, dengan bekingan imperialis,
terutama AS, KMT tetaap berpendirian agar PKC berada dibawah komandonya. (Kekuatan
Sekutu memerintahkan Jepang untuk menyerah hanya pada KMT, yang kemudian KMT
mendapatakan bantuan militer dan dana dari AS yang jumlahnya menggunung )
Sebuah
perjanjian damai antara PKC dan KMT terjadi di tahun 1946, yang beberapa bulan
kemudian di langgar oleh KMT, dengan antuan militer AS, dan membawa Cina pada
perang sipil (Civil War) yang habis-habisan. AS tidak merahasiakan sikapnya
“yang membantu kubu nasionalis (KMT) untuk menegakkan kekuasaannya di
wilayang luas yang memungkinkan”. Walaupun KMT sendiri agak malu-malu dengan
tujuan strategis mereka “ untuk menghancurkan para bandit-bandit komunis”.
Tapi
hati dan pikiran jutaan orang Cina telah tertambat pada “para bandit komunis”
ini. Tahun 1946, semua wilayah yang terbebaskan meluas, satu program reformasi
agraria di laksanakan, sewa tanah dan pembagian keuntungan bagi tuan tanah di
reduksi (dihilangkan),tanah dibagi-bagikan kepada para petani miskin, pajak
bagi tuan tanah di perbesar.
Pada
berbagai daerah yang dibawah kontrol KMT, ketika orang-orang kaya sedang
mengeruk keuntuk dari praktek-praktek yang gila-gilaan, mayoritas rakyat
sedang mengalami penderitaan yang sangat berat dikarekan inflasi yang menggila
yang merupakan efek dari kebijakan pajak baru pemerintahan Chiang, dan hal itu
menyebakan meningkatnya represi dan wajib militer terhadap rakyat.
Protes-protes
massa menjalar di daerah-daerak kekuasaan KMT di akir 1946-an, pada bulan
terakhir 500.000 pemuda di Beijing memprotes pemerkosaan terhadap seorang
pelajar yang dilakukan oleh serdadu AS. Para pelajar dan mahasiswa di Shanghai
memprotes perang sipil, harga yang melambung tinggi dan tindakan para spekulan,
kemudian aksi-aksi ini meluas ke kota-kota lain seperti Beijing, Nanjin dan
Moukden.
Chiang
kemudian bereaksi keras dengan menangkapi para pelajar dan mahasiswa sebanyak
13.000 orang dalam waktu dua bulan, tetapi gelombang protes lainnya menyusul
untuk meledak di tahun 1947. Para buruh juga ikut serta di banyak kota,
terutama di Shanghai, dimana terjadi pemogokan dn kerusuhan yang disebabkan
melambungnya biaya hidup dan adanya bencana kelaparan.
AS
tetap setia untuk mengguyurkan pinjaman,bantuan militer dan bantuan lainnya
pada rezi yang dibenci ini. Para penasehat dari AS mempunyai kontrol yang
sangat penting terhadap tentara KMT, polisi, dan angkatan laut, dan juga
ekonomi dan finansial di seluruh negeri. Tahu 1946, AS mencatat
51% ekspor dari Cina dan impor Cina
dari AS sebesar 57 %.
Kekuatan
bersenjata AS sangat kuat, tapi mereka tidak mampu menahan pembusukan politis
dan moral rezim Chiang. Sebaliknya, support moral dan politis terhadap PKC
menguat.
Selama
1946-1947, PKC menghancurkan 25% dari tentara KMT, dan secara bersamaan
kekuatan bersenjata PKC berkembang sampai mendekati angka 2 juta. Bulan Juni
1948, tentara merah jumlah anggotanya mendekati angka 3 juta orang dan PKC
menugasai wilayah yang berpenduduk 168 juta orang. Banyak orang yang
meninggalkan wilayah KMT untuk masuk ke wilayah merah atau biasa disebut
“Cina Baru”.
Chiang
mengadakan serangan militernya yang terakhir pada Januari 1949, dan kemudian
mereka mengungsikan modalnya pertamanya dari Nanjing ke Guangzhou, kemudian ke
Chongqing, Chengdu dan terakhir ke Taiwan. Mereka melarikan diri di bawah
perlindungan AS, membawa lari banyak harta rampasan, persediaan emas dan
benda-benda bersejarah Cina.
Pertanyaan
mengenai kepemimpinan adalah kritik penting dalam sebuah revolusi, sebagaimana
kekalahan tragis di tahin 1926-1927. Strategi dan taktik PKC, terutama
mengenai perhatian mereka terhadap peranan dan pentingnya buruh dan tani,
masih dalam perdebatan. Penilaian di komplikasikan dengan tindak-tanduk rezim
Mao setelah tahun 1949-an—dimana terjadi birokratisasi, penyembahan terhadap
Mao, ketiadaan demokrasi kelas pekerja, dan pembersihan yang dilakukan dengan
brutal.
Bagaimanapun,
ada sedikit keraguan tentang mobilisasi rakyat Cina yang luas dan perjuangan
mereka yang heroik. Dan itulah elemen yang diperlukan bagi kemenang revolusi
1949. Revolusi Cina adalah satu pengakuan dan ekspresi yang membanggakan dari
kekuasaan rakyat. Inilah kunci untuk kita pelajar dan pelajari kembali saat
ini.
Diterjemahkan dari tulisan China’s 1949
revolution : what lessons for today ? by Eva Cheng yang diambil dari http://www.greenleft.org.au
Tidak ada komentar:
Posting Komentar